Aspek psikologis dalam perkembangan Organisasi berbasis Sistem Informasi
Psikologi didefinisikan sebagai kajian ilmiah tentang tingkahlaku
dalam proses mental organisasi. Aspek psikologi sebenarnya lebih
mengarah kepada manusia sebagai pengguna sistem informasi yang ada.
Berdasarkan analisa ICT Watch, maraknya aksi cyberfraud yang
terjadi di warnet disebabkan karena tidak adanya kajian dan analisa
dampak psikologis oleh para pemilik modal sebelum mendirikan suatu
warnet di daerah tertentu. Internet mulai berkembang di Indonesia sejak
masuknya PT Indo Internet, sebagai ISP komersial pertama, tahun 1994.
Keyakinan bahwa warnet dapat menjadi sebuah solusi dalam menjembatani
kesenjangan informasi sekaligus meningkatkan penetrasi Internet di
Indonesia, sehingga bermunculan proposal pendirian warnet dengan varian
nama yang beragam. Dari sekian banyak proposal tersebut, dan dari sekian
banyak warnet yang telah berdiri, nyaris tidak ada yang memasukkan atau
melakukan analisa dampak psikologis. Hal inilah yang menjadi salah satu
penyebab pergesaran fungsi mulia warnet, yang pada awalnya ditujukan
sebagai solusi dalam menjembatani kesenjangan informasi menjadi sarang
bagi para pelaku cybercrime. Menurut analisa dari ICT Watch, kondisi ini
terjadi karena kekosongan mengenai pembahasan social cost, yakni
untuk mengadakan pelatihan atau pendidikan kepada masyarakat sekitar
sebagai sebuah tanggung-jawab psikologis, sehingga Warnet sebenarnya
bukan hanya berbicara mengenai margin keuntungan semata. Apa yang
diungkapkan oleh ICT Watch tersebut merupakan satu bagian yang
menunjukkan pentingnya perhatian auditor terhadap lingkungan audit
berbasis sistem informasi. Sebenarnya perhatian terhadap aspek
psikologis bukan hanya dalam lingkungan audit berbasis sistem informasi,
namun juga dapat terjadi pada aspek lain selain aspek audit. Memang isu
Audit Sistem Informasi merupakan isu yang tergolong cukup baru dalam
konteks Indonesia. Penelitian lebih jauh sangat diperlukan dalam aspek
ini, sebagai salah satu bagian yang dapat dilakukan dalam konteks
perkembangan teknologi informasi. Merupakan hal yang sudah menjadi
wacana umum, jika karyawan yang berumur memiliki resistant to change yang lebih besar terhadap lingkungan berbasis information system. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh pakar Psikologi Roger Morrell, orang
yang sudah berumur punya tingkat kesulitan lebih tinggi untuk menyeleksi
informasi yang masuk, mana yang penting dan mana yang kurang penting,
dibandingkan dengan orang-orang yang lebih muda umurnya. Seiring dnegan
penambahan umur pada manusia, diikuti dengan penurunan kapasitas
ingatan, hal ini menyebabkan, penerimaan informasi yang terlalu banyak
akan mempengaruhi kemampuan para lanjut usia memproses informasi yang
penting. Penelitian yang dilakukan oleh Roger Morrell tersebut merupakan
salah satu aspek Psikologis yang harus diperhatikan oleh organisasi
terutama Auditor. Pemahaman terhadap aspek Psikologis ini merupakan hal
yang sangat jarang sekali dibahas dalam ruang lingkup Audit, namun
pemahaman terhadap aspek psikologis akan memudahkan auditor dalam
melakukan penugasan audit dalam lingkungan berbasis Audit Sistem
Informasi dan juga sebagai dasar dalam memberikan rekomendasi yang lebih
tepat. Aspek Psikologis dalam hal ini dibagi menjadi dua, yakni aspek error dan aspek fraud.
Aspek Error dalam konteks Psikologi perkembangan Organisasi berbasis
Information Systems
Aspek error merupakan isu resiko yang terdapat dalam lingkungan
berbasis Audit Sistem Informasi yang disebabkan oleh ketidaksengajaan.
Beberapa point yang harus diperhatikan oleh Auditor dalam aspek error
dalam lingkungan berbasis Audit Sistem Informasi:
• Lack of Information. Kekurangan informasi yang diterima
oleh user mengenai aplikasi atau teknologi informasi (IT) yang dimiliki
oleh organisasi akan menyebabkan user kekurangan pengetahuan maupun
kemampuan dalam menggunakan aplikasi yang diimplementasikan oleh
organisasi. Hal ini akan menyebabkan user seringkali melakukan error
dalam mengoperasikan aplikasi yang ada, sehingga data yang diolah dapat
berisiko tinggi, dengan tingkat kesalahan yang cukup besar.
• Too much jargon. Selain kekurangan informasi, jargon atau
istilah yang terlalu beragam dalam aplikasi akan membuat user bingung
dalam mengoperasikan aplikasi yang ada. Hal ini terutama terjadi pada
karyawan yang sudah berumur, sehingga tingkat kompleksitas dari istilah
yang digunakan dapat mempengaruh resiko tingkat error yang terjadi.
• Technophobia. Pengalaman yang buruk terhadap teknologi
informasi (IT) dapat menjadi trauma tersendiri bagi seseorang atau
karyawan. Dampak yang paling buruk dapat menyebabkan seseorang atau
karyawan menjadi technophobia. Kesalahan penanganan terhadap
technophobia dapat menyebabkan kerugian bagi individu karyawan maupun
kerugian besar bagi organisasi bisnis dalam bentuk kesalahan – kesalahan
maupun kehancuran data yang dimiliki oleh organisasi bisnis.
Aspek Fraud dalam konteks Psikologi perkembangan Organisasi berbasis Sistem
Informasi
Selain aspek error, terdapat juga aspek Fraud yang merupakan isu
resiko dalam lingkungan Audit Sistem Informasi. Fraud merupakan aspek
yang dilakukan dengan oleh karyawan, dengan tujuan untuk keuntungan diri
sendiri yang tentu saja menjadi kerugian bagi organisasi bisnis. Dalam
lingkungan berbasis Audit Sistem Informasi, fraud yang dilakukan
karyawan berkenan dengan isu resiko terhadap asset organisasi bisnis,
baik asset berupa keuangan (financial loss) maupun asset berupa informasi (non-financial loss) organisasi bisnis.
Fraud yang terjadi dalam lingkungan Audit Sistem Informasi, dikenal dengan istilah Computer Fraud,
yakni lebih ditujukan untuk penyelewengan sumberdaya sistem informasi
atau komputer yang lebih banyak merugikan keuangan di suatu organisasi
oleh orang dalam. Pelaku Computer Fraud biasanya memiliki
pengetahuan memadai dan keahlian tentang sistem komputer dan menggunakan
komputer sebagai target kejahatan. Namun, tetap perlu diingat, dalam
lingkungan Audit berbasis Sistem Informasi, tidak semua kejahatan yang
dilakukan menggunakan komputer masuk ke kategori kejahatan komputer.
Upaya penggelapan pajak dimana perhitungannya memakai komputer, membeli
barang via internet memakai nomor kartu kredit orang lain, mencuri
komputer, dsb tidak masuk kategori kejahatan komputer. Kasus pembobolan
Bank Indonesia, meruapakan salah satu contoh dari beberapa kasus
kejahatan komputer pernah terjadi di Indonesia.
Pembobolan tersebut terjadi bulan Juli 1996 ketika melakukan
pembobolan sejumlah 6,6 Miliar dengan menggunakan bantuan komputer.
Dibawah ini merupakan beberapa aspek psikologis yang memicu terjadi
fraud dalam lingkungan berbasis Audit Sistem Informasi yang dibagi
menjadi dua faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal:
1. FAKTOR INTERNAL. Faktor ini merupakan aspek yang
berbicara mengenai manusia sebagai calon pelaku fraud. Pemahaman Auditor
terhadap aspek internal akan membantu Auditor dalam menganalisa fraud
yang terjadi dalam organisasi bisnis. Pemahaman terhadap aspek internal
ini dimaksudkan untuk memahami lebih mendalam mengenai karateristik
pelaku fraud yang ada ditinjau dari empat sisi, yakni :
• Hubungan dengan organisasi / perusahaan : Orang dalam (pegawai)
sendiri, orang dalam bekerja sama dengan orang dalam, orang luar bekerja
sama dengan orang dalam (pegawai), orang dalam bekerja sama dengan
orang luar, atau mantan pegawai
• Hubungan antar pelaku yang bekomplotan : teman, keluarga (ayah – anak, suami – istri, adik – kakak, paman – keponakan)
• Sisi Umur. Umumnya berusia relatif mudah dan memiliki kepintaran / keahlian yang tinggi atau berprestasi kerja yang baik
• Tugas/ jabatan orang dalam : petugas kliring, operator komputer
back office, bagian rekonsiliasi, bagian rekening koran, asisten bagian
EDP, programer/ system analist, petugas dukungan komputer / teknisi,
petugas data entry, manajer sistem informasi, manajer keuangan.
2. FAKTOR ESKTERNAL. Faktor eksternal merupakan aspek yang
mempengaruhi manusia, yakni calon pelaku fraud untuk melakukan tindakan
kejahatan. Jadi yang menjadi pemicunya adalah aspek eksternal yang ada
dalam perusahaan, dalam hal ini perusahaan harus dapat meminimalisasi
aspek eksternal yang mempengaruhi terjadinya komputer fraud, sehingga
dapat terlihat bahwa pendekatan pencegahan antara aspek eksternal dengan
aspek internal akan berbeda fokusnya. Ada 3 aspek dalam faktor
eksternal, yakni:
• Incentive/ pressure. Adanya tawaran berupa bonus yang diberikan kepada pihak manajemen atau top-level-management akan
membuat pihak manajemen berusaha untuk menyajikan informasi laporan
keuangan sesuai dengan kriteria ideal untuk mendapatkan bonus atau
insentif. Kecenderungan ini terjadi ketika pemegang saham menjanjikan
bonus dengan mensyaratkan kinerja yang menggunakan pengukuran rasiorasio
atau elemen dalam laporan keuangan, sehingga adanya kecenderungan
manajemen untuk “mengolah” atau “memasak” laporan keuangan yang akan
disajikan kepada pemegang saham.
• Oppurtunity. Kesempatan merupakan hal yang paling
mempengaruhi terjadinya fraud dalam organisasi bisnis. Adanya kesempatan
ini disebabkan oleh pengendalian yang kurang memadai dalam lingkungan
berbasis sistem informasi atau dapat juga disebabkan oleh adanya celah
dalam pengendalian yang ada. Hal yang perlu diingat oleh organisasi,
pengendalian hanya berfungsi untuk mengeliminasi fraud yang terjadi
dalam organisasi bisnis bukan menghilangkan resiko yang ada. Hal ini
seringkali berkenaan dengan analisa cost-benefit, karena disatu sisi
organisasi ingin menerapkan pengendalian yang sangat tinggi yang tentu
saja membutuhkan biaya yang tinggi, namun di sisi lain organisasi juga
harus melakukan analisa terhadap benefit yang didapatkan oleh organisasi
tersebut.
• Rationalization. Faktor ”orang lain juga melakukannya”
merupakan hal yang cukup berbahaya bagi organisasi. Hal ini dapat
menjadi menjamurnya fraud dalam organisasi. Biasanya kondisi ini dimulai
dengan melakukan kejahatan yang kecil hingga menjadi suatu kebiasaan
yang akhirnya mencapai klimaks dengan melakukan kejahatan yang sangat
merugikan organisasi, hal ini terjadi karena dalam diri manusia, yakni
karyawan yang melakukan fraud, persaan yang tidak puas dengan apa yang
didapatkan ketika melakukan fraud dalam organisasi. Kondisi ini terus
berlanjut dengan mengambil keuntungan yang semakin besar dalam fraud
yang dilakukan.
Sumber : Josua Tarigan, josuat@petra.ac.id
Universitas Kristen Petra
Siwalankerto 121-131 Surabaya
Selasa, 23 September 2014
Selasa, 19 Agustus 2014
tugas portofolio 4
Terapi kelompok, terapi keluarga, dan terapi bermain
A. Terapi kelompok
1. Konsep Dasar: Pandangan terapi kelompok tentang kepribadian
Terapi kelompok memandang bahwa manusia itu makhluk yang unik, dan dinamis, setiap manusia memiliki karakteristik yang berbeda. Setiap manusia memiliki problem yang berbeda-beda, oleh karena itulah setiap orang tidak sama dalam menangani suatu pemecahan masalah.
2. Unsur-unsur terapi: munculnya gangguan, tujuan terapi, dan peran terapis.
a. Munculnya gangguan
Terapi kelompok digunakan ketika klien tidak berhasil dalam penanganan secara terapi individu.
b. Tujuan terapi
- Meningkatkan identitas diri
- Menyalurkan emosi dna membagi perasaan antar sesama didalam kelompok terapis
- Meningkatkan keterampilan hubungan sosial
- Meningkatkan kemampuan hidup mandiri
c. Peran terapis
Terapis harus memainkan peranan yang aktif dalam mendorong kelompok untuk mencapai tujuan atau harapannya.
3. Teknik-teknik terapi
- Melibatkan para anggotanya untuk terbuka dan aktif
- Terapis turut membantu klien untuk melepaskan segala kecanggungannya, agar lebih bisa terbuka dan menceritakan masalah yang dialaminya.
- Berfokus pada satu topik permasalahan yang hendak diselesaikan pertama kali.
B. Terapi keluarga
1. Konsep dasar: Pandangan terapi keluarga tentang kepribadian
Terapi keluarga mempunyai pandangan bahwa kepribadian manusia pertama kalinya dibentuk didalam lingkaran keluarga.
2. Unsur-unsur terapi: munculnya gangguan, tujuan terapi, dan peran terapis.
a. Munculnya gangguan
Terapi keluarga digunakan ketika permasalahan terkait dengan keluarga, seperti suami dengan istri- orang tua dengan anaknya, atau antar saudara.
b. Tujuan terapi
- Menurunkan konflik kecemasan keluarga
- Meningkatkan kesadaran keluarga terhadap kebutuhan masing-masing keluarga
- Meningkatkan hubungan peran yang sesuai
- Membantu keluarga untuk menghadapi tekanan dari dalam maupun dari luar keluarga
c. Peran terapis
Terapis melakukan pemahaman tentang arti dan peran dari masing-masing keluarga, serta membantu untuk meningkatkan peran serta keluarga agar kuat dalam menghadapi tekanan dari dalam maupun dari luar keluarga.
C.Terapi bermain
1. Konsep dasar: Pandangan terapi bermain terhadap kepribadian
Terapi ini lebih cocok diberikan kepada anak-anak yang berkebutuhan khusus, pandangan terapi bermain adalah setiap anak yang mempunyai kebutuhan khusus memiliki kepribadian yang relatif sama hanya penanganannya yang berbeda.
2. Unur-unsur terapi: Munculnya gangguan, tujuan terapi, peran terapis.
a. Munculnya gangguan
Terapi diberikan ketika seorang anak mengalami gejala-gejala yang lain daripada anak lainya seperti hyperaktif.
b. Tujuan terapi
Mengembangkan gerak seorang anak (psyhcomotorik) serta adaptasi sosial seorang anak
c. Peran terapis
Terapis turut serta dalam permainan anak.
D. Review
1. Terapi Psikoanalisa
Tokoh: Sigmund Freud
Teknik Terapi: Asosiasi Bebas
2. Terapi Humanistik eksistensial
Tokoh: Abraham Maslow
Teknik Terapi: Hierarki Kebutuhan
3. Person center therapy
Tokoh: Carl Rogers
Teknik terapi: Memberikan pengertian dan penerimaan pada klien mengenai dirinya yang utuh
4. Logo Terapi
Tokoh: Victor Frankl
Teknik Terapi: Klien diajarkan bahwa setiap kehidupan dirinya mempunyai maksud, tujuan dan makna yang harus diupayakan untuk ditemukan dan dipenuhi.
5. Analisa Transaksional
Tokoh: Eric Berne
Teknik Terapi: Analisis Struktur, analisis terhadap status ego yang menjadi dasar struktur kepribadian klien yang terlihat dari respon atau stimulus klien dengan orang lain.
6. Rational emotive therapy
Tokoh: Albert Ellis
Teknik Terapi: Assertive Adaptive, Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan.
7. Terapi Perilaku
Tokoh: B.F Skinner
Teknik Terapi: Pemodelan (modelling) yaitu mencotohkan dengan menggunakan belajar observational.
8. Terapi Kelompok
Tokoh: -
Teknik Terapi: Melibatkan para anggotanya untuk terbuka dan aktif pada saat terapi
9. Terapi Keluarga
Tokoh: -
Teknik Terapi: Klien akan diberikan hubungan peran yang sesuai.
10. Terapi Bermain
Tokoh: -
Teknik Terapi: Diberikan permainan yang menuntut agar aktif bergerak psikomotoriknya.
1. Konsep Dasar: Pandangan terapi kelompok tentang kepribadian
Terapi kelompok memandang bahwa manusia itu makhluk yang unik, dan dinamis, setiap manusia memiliki karakteristik yang berbeda. Setiap manusia memiliki problem yang berbeda-beda, oleh karena itulah setiap orang tidak sama dalam menangani suatu pemecahan masalah.
2. Unsur-unsur terapi: munculnya gangguan, tujuan terapi, dan peran terapis.
a. Munculnya gangguan
Terapi kelompok digunakan ketika klien tidak berhasil dalam penanganan secara terapi individu.
b. Tujuan terapi
- Meningkatkan identitas diri
- Menyalurkan emosi dna membagi perasaan antar sesama didalam kelompok terapis
- Meningkatkan keterampilan hubungan sosial
- Meningkatkan kemampuan hidup mandiri
c. Peran terapis
Terapis harus memainkan peranan yang aktif dalam mendorong kelompok untuk mencapai tujuan atau harapannya.
3. Teknik-teknik terapi
- Melibatkan para anggotanya untuk terbuka dan aktif
- Terapis turut membantu klien untuk melepaskan segala kecanggungannya, agar lebih bisa terbuka dan menceritakan masalah yang dialaminya.
- Berfokus pada satu topik permasalahan yang hendak diselesaikan pertama kali.
B. Terapi keluarga
1. Konsep dasar: Pandangan terapi keluarga tentang kepribadian
Terapi keluarga mempunyai pandangan bahwa kepribadian manusia pertama kalinya dibentuk didalam lingkaran keluarga.
2. Unsur-unsur terapi: munculnya gangguan, tujuan terapi, dan peran terapis.
a. Munculnya gangguan
Terapi keluarga digunakan ketika permasalahan terkait dengan keluarga, seperti suami dengan istri- orang tua dengan anaknya, atau antar saudara.
b. Tujuan terapi
- Menurunkan konflik kecemasan keluarga
- Meningkatkan kesadaran keluarga terhadap kebutuhan masing-masing keluarga
- Meningkatkan hubungan peran yang sesuai
- Membantu keluarga untuk menghadapi tekanan dari dalam maupun dari luar keluarga
c. Peran terapis
Terapis melakukan pemahaman tentang arti dan peran dari masing-masing keluarga, serta membantu untuk meningkatkan peran serta keluarga agar kuat dalam menghadapi tekanan dari dalam maupun dari luar keluarga.
C.Terapi bermain
1. Konsep dasar: Pandangan terapi bermain terhadap kepribadian
Terapi ini lebih cocok diberikan kepada anak-anak yang berkebutuhan khusus, pandangan terapi bermain adalah setiap anak yang mempunyai kebutuhan khusus memiliki kepribadian yang relatif sama hanya penanganannya yang berbeda.
2. Unur-unsur terapi: Munculnya gangguan, tujuan terapi, peran terapis.
a. Munculnya gangguan
Terapi diberikan ketika seorang anak mengalami gejala-gejala yang lain daripada anak lainya seperti hyperaktif.
b. Tujuan terapi
Mengembangkan gerak seorang anak (psyhcomotorik) serta adaptasi sosial seorang anak
c. Peran terapis
Terapis turut serta dalam permainan anak.
D. Review
1. Terapi Psikoanalisa
Tokoh: Sigmund Freud
Teknik Terapi: Asosiasi Bebas
2. Terapi Humanistik eksistensial
Tokoh: Abraham Maslow
Teknik Terapi: Hierarki Kebutuhan
3. Person center therapy
Tokoh: Carl Rogers
Teknik terapi: Memberikan pengertian dan penerimaan pada klien mengenai dirinya yang utuh
4. Logo Terapi
Tokoh: Victor Frankl
Teknik Terapi: Klien diajarkan bahwa setiap kehidupan dirinya mempunyai maksud, tujuan dan makna yang harus diupayakan untuk ditemukan dan dipenuhi.
5. Analisa Transaksional
Tokoh: Eric Berne
Teknik Terapi: Analisis Struktur, analisis terhadap status ego yang menjadi dasar struktur kepribadian klien yang terlihat dari respon atau stimulus klien dengan orang lain.
6. Rational emotive therapy
Tokoh: Albert Ellis
Teknik Terapi: Assertive Adaptive, Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan.
7. Terapi Perilaku
Tokoh: B.F Skinner
Teknik Terapi: Pemodelan (modelling) yaitu mencotohkan dengan menggunakan belajar observational.
8. Terapi Kelompok
Tokoh: -
Teknik Terapi: Melibatkan para anggotanya untuk terbuka dan aktif pada saat terapi
9. Terapi Keluarga
Tokoh: -
Teknik Terapi: Klien akan diberikan hubungan peran yang sesuai.
10. Terapi Bermain
Tokoh: -
Teknik Terapi: Diberikan permainan yang menuntut agar aktif bergerak psikomotoriknya.
Sumber:
http://nadiamutiaragaluh.blogspot.com/2014/06/tugas-portofolio-4.html
tugas portofilio 3
I. Analisis transaksional (berne)
a. Konsep dasar , pandangan analisis transaksional tentang kepribadian.
Dikembangkan oleh Eric Berne yang menjelaskan perlunya memahami diri agar dapatmembina hubungan baik dengan sesama manusia merupakan masalah yang mendasar. Analisistransaksional mengkaji secara mendalam tentang proses transaksi (proses pertukaran) pesan- pesan di antara para peserta komunikasi.Karena dalam komunikasi antarpersona terdapat proses dialogis pesan di antara orang-orangyang terlibat.Teori ini memjelaskan bahwa setiap individu memiliki tiga ego, yaitu;
- Ego orang tua (Parents=P)
- Ego orang dewasa (Adult=A)
b. Unsur terapi
1. Munculnya ganguan
2. Tujuan terapi
Tujuan utama dari AT adalah membantu klien dalam membuat keputusan-keputusan baru yang berhubungan tingkah lakunya saat ini dan arah hidupnya. Sedangkan sasarnya adalah mendorong klien agar menyadari, bahwa kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatasi oleh ketusan awal mengenai posisi hidupnya serta pilihan terhadap cara-cara hidup yang stagnan dan deterministik. Menurut Berne (1964) dalam Corey (1988) bahwa tujuan dari AT adalah pencapaian otonom yang diwujudkan oleh penemuan kembali tiga karakteristik; kesadaran, spontanitas, dan keakraban.
Penekanan terapi adalah menggantikan gaya hidup yang ditandai oleh permainan yang manipulatif dan oleh skenario-skenario hidup yang menyalahkan diri dan gaya hidup otonom ditandai dengan kesadaran spontanitas dan keakraban. Menurut Haris (19967) yang dikutip dalam Corey (1988) tujuan pemberian treatment adalah menyembuhkan gejala yang timbul dan metode treatment adalah membebaskan ego Orang Dewasa sehingga bisa mengalami kebebasan memilih dan penciptaan pilihan-pilihan baru atas pengaruh masa lampau yang membatasi. Tujuan terapeutik, dicapai dengan mengajarkan kepada klien dasar-dasar ego Orang Tua, ego Orang Dewasa, dan ego Anak. Para klien dalam setting kelompok itu belajar bagaimana menyadari dan menjabarkan ketiga ego selama ego-ego tersebut muncul dalam transaksi-transaksi kelompok.
3. Peran terapis
Harris (1967) yang dikutip dalam Corey (1988) memberikan gambaran peran terapis, seperti seorang guru, pelatih atau nara sumber dengan penekanan kuat pada keterlibatan. Sebagai guru, terapis menerangkan konsep-konsep seperti analisis struktural, analisis transaksional, analisis skenario, dan analisis permainan. Selanjutnya menurut Corey (1988), peran terapis yaitu membantu klien untuk membantu klien menemukan suasana masa lampau yang merugikan dan menyebabkan klien membuat keputusan-keputusan awal tertentu, mengindentifikasikan rencana hidup dan mengembangkan strategi-strategi yang telah digunakannya dalam menghadapi orang lain yang sekarang mungkin akan dipertimbangkannya. Terapis membantu klien memperoleh kesadaran yang lebih realistis dan mencari alternatif-alternatif untu menjalani kehidupan yang lebih otonom.
Terapis memerlukan hubungan yang setaraf dengan klien, menunjuk kepada kontrak terapi, sebagai bukti bahwa terapis dan klien sebagai pasangan dalam proses terapi. Tugas terapi adalah, menggunakan pengetahuannya untuk mendukung klien dalam hubungannya dengan suatu kontrak spesifik yang jelas diprakarsai oleh klien. Konselor memotivasi dan mengajari klien agar lebih mempercayai ego Orang Dewasanya sendiri ketimbang ego Orang Dewasa konselor dalam memeriksa keputusan–keputusan lamanya serta untuk membuat keputusan-keputusan baru.
c. Teknik terapi analisis transaksional
Dalam AT konseling diarahkan kepada bagaimana klien bertransaksi dengan lingkungannya. Karena itu, dalam melakukan konseling ini, terapist memfokuskan perhatian terhadap apa yang dikatakan klien kepada orang lain dan apa yang dikatakan orang lain kepada klien. Untuk itu, teknik yang sering digunakan dalam AT diantaranya adalah analisis struktur, analisis transaksional, analisis skript, dan analisis mainan.
1. Analisis Struktur
Analisis struktur maksudnya adalah analisis terhadap status ego yang menjadi dasar struktur kepribadian klien. Analis hendaknya bisa mengenal 1) apakah klien menggunakan ego state tertentu, 2) apakah ego state klien, normal, terkontaminasi atau eksklusif, dan 3) bagaimanakah energi egogram klien tersebut.
Dengan mengetahui struktur ego state klien, akan diketahui masalah yang dihadapi klien. Bila klien dominan menggunakan ego state A masalah yang dihadapinya kurngnya rasa pecaya diri atau dipandang rendah o rang lain. Bila O yang domninan maka klien tengah ditakuti, dijauhi, disishkan atau diasingkan orang lain.
2. Analisis transaksional
Transaksi antara konselor – klien pada hakekatnya adalah tranasksi antar status ego keduanya. Konselor menganalisa status ego yang terlihat dari respons atau stimulus klien. Dengan orang lain Baik dari kata-kata yang diungkapkan klien, maupun dengan bahasa non verbal. Data atau informasi yang diperoleh dari transaksi dijadikan konselor untuk bahan analisis atau problem yang dihadapi klien.
3. Analisis Mainan
Analisis mainan adalah analisis hubungan transaksi yang terselubung antara Klien dengan konselor atau dengan Lingkungannya. Mungkin Klien dalam transaksinya sering mengumpulkan “kupon emas atau kupon Coklat” (perasaan menang atau perasaan kalah). Bila klien dalam games sering berperan sebagai pemenang, maka ada kemungkinan ia menjadi amat takut sewaktu-waktu akan menerima kopon cokelat yang banyak.
4. Analisis Skript
Analisis Skript ini merupakan usaha terapist yang terakhir, dan diperlukan mengenal proses terbentuknya skript yang dimiliki klien. Analisis skript ini hendaknya sampai menyelidiki transaksi seseorang sejak masa kecil dan standar sukses yang telah ditanamkan orang tuanya.
Disamping keempat macam teknik yang digunakan di atas, treatment dari AT sering pula menggunakan teknik khusus, seperti: Interogasi, Spesifikasi, Konfrontasi, Eksplanasi, Ilustrasi, Konformasi, Interpretasi, Kristalisasi
II. Rational emotive therapy
a. Konsep dasar pandangan Rational emotive therapy tentang kepribadian
Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irasional.
Berpikir irasional ini diawali dengan belajar secara tidak logis yang biasanya diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan kata-kata yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
b. Unsur-unsur terapi
1. Munculnya gangguan
2. Tujuan terapi
Adapun tujuan utama Rational Emotive Therapy ini adalah menghilangkan kecemasan, ketakutan, kekhawatiran, dan ketidakyakinan diri. Dan untuk mencapai perilaku yang rasional, kebahagiaan, dan aktualisasi diri (Mappiare, 2010). Dalam konseling rational emotive, seorang konselor harus menempatkan dirinya sebagai seorang pribadi yang lebih aktif untuk menelusuri masalah yang dihadapi seorang klien
3. Peran terapi
Rational Emotive Therapy ini adalah mengajak dan membuka ketidaklogisan pola berfikir klien dan membantu klien mengubah pikirannya yang irasional dengan mendiskusikannya secara terbuka dan terus terang
c. Teknik rational emotive therapy
a. Teknik pengajaran
Dalam konseling rasional emotif konselor mengambil peranan lebih aktif dari klien. Maka dari itu teknik pengajaran disini memberikan keleluasaan kepada konselor untuk berbicaara serta menunjukkan sesuatau kepada klien, teruatama menunjukkan bagaimana ketidaklogisan berfikir itu secara langsung menimbulkan gangguan emosional kepada klien.
b. Teknik konfrontasi
Dalam teknik konfrontasi ini, konselor menyerang ketidaklogisan berfikir klien dan membawa klien kearah berfikir logis empiris.
c. Teknik persuasif
Teknik persuasif, yaitu meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya, karena pandangan yang ia kemukakan itu tidak benar. Konselor langsung mencoba meyakinkan dan mengemukakan berbagai argumentasi untuk memunjukkan apa yang diannggap oleh klien benar tidak bisa diterima atau tidak benar.
d. Teknik pemberian tugas
Dalam teknik ini konseor menugaskan klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata. Teknik ini bisa dilakukan dengan menugaskan kepada klien untuk bergaul kepada anggota masyarakat kalau mereka merasa dikucilkan dalam pergaulan, membaca buku untuk memperbaiki kekeliruan cara berfikirnya
Dalam konseling rasional emotif konselor mengambil peranan lebih aktif dari klien. Maka dari itu teknik pengajaran disini memberikan keleluasaan kepada konselor untuk berbicaara serta menunjukkan sesuatau kepada klien, teruatama menunjukkan bagaimana ketidaklogisan berfikir itu secara langsung menimbulkan gangguan emosional kepada klien.
b. Teknik konfrontasi
Dalam teknik konfrontasi ini, konselor menyerang ketidaklogisan berfikir klien dan membawa klien kearah berfikir logis empiris.
c. Teknik persuasif
Teknik persuasif, yaitu meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya, karena pandangan yang ia kemukakan itu tidak benar. Konselor langsung mencoba meyakinkan dan mengemukakan berbagai argumentasi untuk memunjukkan apa yang diannggap oleh klien benar tidak bisa diterima atau tidak benar.
d. Teknik pemberian tugas
Dalam teknik ini konseor menugaskan klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata. Teknik ini bisa dilakukan dengan menugaskan kepada klien untuk bergaul kepada anggota masyarakat kalau mereka merasa dikucilkan dalam pergaulan, membaca buku untuk memperbaiki kekeliruan cara berfikirnya
III. Terapi prilaku (behavioral therapy)
a. Konsep dasar terapi prilaku behavioral terapi tentang kepribadian
Dalam pandangan tentang hakekat manusia, terapi behavior menganggap bahwa pada dasarnya manusia bersifat mekanistik dan hidup dalam alam yang deterministik, dengan sedikit peran aktif untuk memilih martabatnya. Perilaku manusia adalah hasil respon terhadap lingkungan dengan kontrol yang terbatas dan melalui interaksi ini kemudian berkembang pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Dalam konsep behavior, perilaku manusia merupakan hasil dari proses belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi kondisi-kondisi belajar. Dengan demikian, terapi behavior hakekatnya merupakan aplikasi prinsip-prinsip dan teknik belajar secara sistematis dalam usaha menyembuhkan gangguan tingkah laku. Asumsinya bahwa gangguan tingkah laku itu diperoleh melalui hasil belajar yang keliru dan karenanya harus diubah melalui proses belajar, sehingga dapat lebih sesuai.
b. Unsur-unsur terapi
1. Munculnya gangguan
2. Tujuan terapi
Tujuan utamanya menghilangkan tingkah laku yang salah dan mengantikannya dengan dengan tingkah laku yang baru yang lebih sesuai. Secara rinci tujuan tersebut adalah untuk:
- Menghapus pola-pola perilaku maladaptive anak dan membantu mereka mempelajari pola-pola tingkah laku yang lebih kontruksif
- Mengubah tingkah laku maladaptive anak
- Menciptakan kondisi-kondisi yang baru yang memungkinkan terjadi proses belajar ulang.
3.. peran terapi
Dalam pendekatan behavior telah menempatkan pentingnya fungsi dan peranan konselor atau terapis sebagai pengajar. Secara aktif, direktif dan kreatif konselor atau terapis diharapkan mampu menerapkan pengetahuan-pengetahuan yang dimilikinya guna mengajarkan keterampilan-keterampilan baru sesuai permasalahan klien dan tujuan yang diinginkan. Fungsi lain yang juga harus ditegakkan oleh konselor atau terapis selama proses konseling atau terapis adalah melaksanakan assesmen dan penilaian secara terus menerus, menetapkan sasaran perubahan perilaku dan bagaimana mengajarkan untuk mencapainya, peka terhadap perubahan-perubahan yang terjad, serta membantu mengembangkan tujuan-tujuan pribadi dan sosialnya.
c.. teknik terapi
- Desentisisasi sistematis, yaitu suatu cara yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperbuat secara negatif dengan menyertakan pemunculan tingkah laku yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan. Salah satu caranya adalah dengan melatih anak untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan.
- Latihan asertif, yaitu latihan mempertahankan diri akibat perlakuan orang lain yang menimbulkan kecemasan, dengan cara mempertahankan hak dan harga dirinya. Dalam pelaksanan teknik ini, penting bagi konselor atau terapis untuk melayih keberanian anank untuk berkata atau menyatakan pikiran dan perasaan yang sesungguhnya secara tegas. Caranya dapat melalui bermain peran. Misalnya anak diminta untuk berperan sebagai orang tua yang galak dan konselor atau terapis sebagai anak yang pendiam. Kemudian peran tersebut dipertukarkan.
- Terapi aversi, yaitu digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk atau menghukum perilaku yang negatif dan memperkuat perilaku yang positif, dengan meningkatkan kepekaan klien agar mengganti respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut. Misalnya, anak yang suka mabuk, maka minumannya dicampur dengan obat tertentu yang dapat menjadikan pusing atau muntah
- Penghentian pikiran, teknik ini efektif digunakan untuk klien yang sangat cemas. Caranya, misalnya klien ditutup matanya sambil membayangkan dan mengatakan sesuatu yang menganggu dirinya.
- Kontrol diri, dilakukan untuk meningkatkan perhatian pada anak tugas-tugas tertentu, melalui prosedur self assessment, mencatat diri sendiri, menentukan tindakan diri sendiri dan menyusun dorongan diri sendiri
- Pekerjaan rumah, yaitu dengan memberikan tugas atau pekerjaan rumah kepada klien yang kurang mampu menyesuaikan diri dengan situasi tertentu. Misalnya, kepada klien yang suka melawan ketika dimarahi orang tua, maka diberi tugas selama satu minggu untuk tidak menjawab ketika sedang dimarahi, kemudian hasilnya dievaluasi dan secara berangsur ditingkatkan.
Sumber:
Andi Mappiare AT. (2010). Pengantar Konseling dan Psikoterapi Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
W.S. Winkel dan M.M. Sri Hastuti. (2004) Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi
Gerald Corey. (2010). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.
Gerald Corey. (1997). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Eresco
W.S. Winkel dan M.M. Sri Hastuti. (2004) Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi
Gerald Corey. (2010). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.
Gerald Corey. (1997). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Eresco
http://nadiamutiaragaluh.blogspot.com/2014/05/tugas-portofilio-3.html
TUGAS PORTOFOLIO 2 TERAPI HUMANISTIK EKSTENSIAL
I. Terapi humanistik Ekstensial
a. Konsep dasar pandangan humanistik ekstesial tentang kepribadian
Merupakan suatu pendekatan yang berusaha mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, yakni memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya yang tertinggi. Selain itu pendekatan ini memberikan kontribusi besar dalam bidang psikologi, yakni tentang penekanannya terhadap kualitas manusia terhadap manusia yang lain dalam prosesnya.
b. Unsur- unsur terapi
1. Munculnya gangguan
Ketika kondisi-kondisi inti manusia mulai berubah, serta munculnya kecemasan-kecemasan terus-menerus, tidak bisa mengaktulaisasikan potensi diri, dan tidak bisa menyadari potensi-potensi diri yang dimiliki.
2. Tujuan terapi
- Menyajikan kondisi-kondisi untuk memaksimalkan diri dan pertumbuhan.
- Mengapus penghambat-penghambat aktualisasi potensi pribadi dalam membantuk klien.
- Membantu klien dalam menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dan memperluas kesadaran diri.
- Membantuk klien agar bebas dan bertanggung jawab atas arah kehidupan sendiri.
3. . Peran Terapis
- Terapis berusaha untuk menekankan dan mendahulukan pemahaman(insight) klien agar bisa masuk ke dalam alam bawah sadar klien.
- Kemudian terapis mulai mulai memberikan stimulus berupa sugesti-sugesti kepada klien tentang potensi diri yang dimiliki.
c. Teknik-teknik terapi humanistik eksistensial
- Klien didorong agar bersemangat untuk lebih dalam meberikan klien pemahaman baru dan restrukturisasi nilai dan sikap mereka untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas.
- Klien dibantu dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka terhadap dunia.
- Klien diajak mendefinisikan cara pandang agar eksistensi mereka diterima.
- Klien diajak untuk berfokus untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka, kemudian klien didorong untuk mengaplikasikan nilai barunya dengan jalan yang konkrit, klien biasanya akan menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupannya yang memiliki tujuan.
II. Person Centered Therapy (Carl Rogers)
a. Konsep dasar pandangan rogers tentang kepribadian
1. Konseling berpusat pada person difokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan klien untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secara lebih sempurna.
2. Menekankan pada dunia fenomenal klien, dengan jalan memberi empati dan perhatian terutama pada persepsi klien dan persepsinya terhadap dunia.
3. Konseling ini dapat diterapkan pada individu yang dalam kategori normal maupun yang mengalami derajat penyimpangan psikologis yang lebih berat.
4. Konseling merupakan salah satu contoh hubungan pribadi yang konstruktif.
5. Konselor perlu menunjukkan sikap-sikap tertentu untuk menciptakan hubungan terapeutik yang efektif kepada klien (Corey,1998)
b. Unsur-unsur terapi
- Memiliki sensitifitas dalam hubungan insani.
- Memiliki sikap yang obyektif.
- Menghormati kemuliaan orang lain.
- Memahami diri sendiri.
- Bebas dari prasangka dan kompleks-kompleks dalam dirinya.
- Sanggup masuk dalam dunia klien (empati) secara simpatik.
2. Tujuan terapis
- Membantu konseli untuk menyadari kenyataan yang terjadi terhadap dirinya
- Membantu konseli untuk membuka diri terhadap pengalaman-pengalaman baru
- Menumbuhkan kepercayaan diri konseli
- Membantu konseli membuat keputusan sendiri
- Membantu konseli menyadari bahwa manusia tumbuh dalam suatu proses
- Membantu konseli untuk membuka diri terhadap pengalaman-pengalaman baru
- Menumbuhkan kepercayaan diri konseli
- Membantu konseli membuat keputusan sendiri
- Membantu konseli menyadari bahwa manusia tumbuh dalam suatu proses
Peran terapis
Peran terapis berakar pada cara-cara keberadaannya dan sikap-sikapnya, bukan pada penggunaan teknik-teknik yang dirancang untuk menjadikan klien “berbuat sesuatu”. Pada dasarnya, terapis menjadikan dirinya sendiri sebagai alat untuk mengubah, dengan menhadapi klien pada taraf pribadi ke pribadi, maka “ peran” terapis adalah tanpa peran. Adapun fungsi terapis adalah membangun suatu iklim terapeutik yang menunjang pertumbuhan klien. Jadi, terapis membangun hubungan yang membantu dimana klien akan mengalami kebebasan yang diperlukan untuk mengeksplorasi area-area hidupnya yang sekarang diingkari atau didistrosi. Klien kurang defensif dan menjadi lebih terbuka terhadap kemungkinan- kemungkinan yang ada dalam dirinya maupun dalam dunia.
Teknik-teknik terapis
- Acceptance (penerimaan)
- Respect (rasa hormat)
- Understanding (mengerti dan memahami)
- Reassurance (menentramkan hati dan menyakinkan)
- Ecouragement (dorongan)
- Limited Questioning (pertanyaan terbatas)
- Reflection (memantulkan pertanyaan dan perasaan)
III. Logoterapi (Victor Frankl)
a. Konsep dasar pandangan frankl tentang kepribadian
Frankl menamakan terapinya dengan logoterapi, dari kata yunani, logos yang berarti pelajaran, kata, ruh, tuhan, atau makna. Frankl menekankan kehendak untuk makna sebagai sumber utama motivasi. Logoterapi percaya bahwa perjuangan untuk menemukan makna hidup dalam hidup seseorang merupakan motivator utama orang tersebut, logoterapi berusaha membuat pasien menyadari tanggung jawab dirinya dan memberinya kesempatan untuk memilih, untuk apa, atau kepada iapa dia merasa bertanggung jawab.
b. Unsur-unsur terapi
Ø Munculnya gangguan
Ketika manusia tidak mempunyai keinginan terhadap sesuatu, karena keinginan akan mendorong setiap manusia untuk melakukan berbagai kegiatan agar hidupnya di rasakan berarti dan berharga.
Ø Tujuan Terapis
1. Memahami adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang secara universal ada pada setiap orang terlepas dari ras, keyakinan, dan agama yang dianutnya.
2. Menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat, dan diabaikan, bahkan terlupakan.
3. Memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mampu tegak kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna.
Ø Peran terapis
Terapis memberikan sugesti-sugesti terhadap klien, bahwa setiap manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan sendiri apa yang dianggap penting dalam hidupnya.
c. Teknik terapi logoterapi
Klien diajarkan bahwa setiap kehidupan dirinya mempunyai maksud, tujuan, dan makna yang harus diupayakan untuk ditemukan dan dipenuhi. Hidup kita tidak lagi kosong jika kita menemukan suatu sebab dan sesuatu yang dapat mendedikasikan eksistensi kita.
DAFTAR PUSTAKA
Frankl. Emil. 2004. On the theory and therapy of mental disorders: an introduction to logotherapy and existential analysis. Brunner-Routledge 270 Madison Avenue. New York.
Corey, Gerald. (2010). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung. PT.Refika. Aditama.
Bastaman, H.D. 2007. Logoterapi “Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna”. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
http://nadiamutiaragaluh.blogspot.com/2014/04/tugas-portofolio-2-terapi-humanistik.html
Langganan:
Postingan (Atom)